Ketahui DBD ( Demam Berdarah Dengue ), Sederhana tapi Berbahaya
Sebelum mengenal lebih jauh mengenai demam berdarah dengue, kita perlu
mengenal terlebih dahulu perbedaan antara demam dengue dan demam
berdarah dengue. Meskipun disebabkan oleh virus yang serupa dengan
perantara nyamuk yang sama, kedua penyakit tersebut memiliki tingkat
berat penyakit yang berbeda. Perbedaan utama antara antara demam dengue
dan demam berdarah dengue adalah adanya kebocoran plasma pada demam
berdarah dengue (DBD) sementara pada demam dengue (DD) tidak ada. Jadi,
meskipun dari segi nama digunakan istilah ‘berdarah’, bukan berarti
setiap infeksi dengue dengan manifestasi perdarahan adalah DBD karena
pada DD pun dapat terjadi perdarahan.
Bagaimana seseorang dicurigai mengalami demam berdarah?
Demam adalah gejala utama yang dialami seseorang yang mengalami infeksi
sistemik atau melibatkan seluruh tubuh (terutama jika patogen penyebab
infeksi sudah berada dalam aliran darah). Begitu juga dengan infeksi
virus dengue. Penderitanya akan mengalami demam yang biasanya bersifat
mendadak tinggi serta terjadi sepanjang hari. Pemberian obat penurun
demam seringkali tidak cukup efektif untuk meredakan demam. Jika pun
sempat turun, suhu cenderung akan naik kembali. Pada saat itu, virus
dengue sedang menyebar dalam aliran darah serta sistem imun sedang
berperang melawan infeksi tersebut. Pada hari ke 1-3 (terutama hari ke
1-2), kita dapat menemukan antigen virus dengue dalam aliran darah
sehingga metode pemeriksaan NS1 dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi
tersebut. Meskipun dapat memberikan secara dini informasi mengenai
kuman penyebab demam yang pasien alami, pemeriksaan ini cukup mahal
sehingga penggunaannya seringkali dibatasi. Pada masa tersebut, antibodi
IgM dan IgG (pada infeksi pertama) belum terbentuk sehingga pemeriksaan
antiobodi IgM an IgG dengue tidak lazim dilakukan. Setelah hari
keempat, pemeriksaan antibodi sudah dapat menunjukan hasil positif untuk
membantu menegakan diagnosis demam dengue atau demam berdarah dengue.
(Catatan: apabila sudah pernah ada infeksi dengue sebelumnya, tubuh bisa
saja sudah memiliki IgG sejak hari pertama).
Gejala penyerta yang dapat menjadi pertanda kecurigaan infeksi dengue
antara lain adalah nyeri di belakang bola mata (retroorbita), serta
nyeri atau pegal-pegal pada otot dan sendi. Kondisi tersebut berkaitan
dengan adanya infeksi sistemik dalam tubuh yang disebabkan virus dengue.
Juga, dapat terjadi keluhan mual-mual yang mungkin disertai dengan
muntah. Selain itu, perlu ditelaah juga adanya kemungkinan infeksi pada
anggota keluarga atau tetangga di lingkungan sekitar yang dapat menjadi
sumber penularan.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa mereka yang mengalami demam
disertai dengan bintik-bintik kemerahan di tubuhnya dapat dicurigai
mengalami DBD atau DD. Namun, apakah gejala tersebut harus ada? Ternyata
tidak.
Bintik-bintik kemerahan pada kulit penderita DBD atau DD kita sebut
sebagai petekie. Petekie tersebut terjadi karena adanya perdarahan yang
disebabkan oleh menurunnya kadar trombosit dalam darah. Trombosit
merupakan senyawa yang berfungsi untuk menghentikan perdarahan dengan
membentuk semacam penyumbat pada lesi. Tubuh kita senantiasa mengalami
lesi-lesi kecil yang seringkali tidak terlihat, tetapi segera ditutup
oleh trombosit dan sistem hemostasis lainnya sehingga kita tidak
menyadarinya. Pada penderita infeksi dengue yang mengalami penurunan
jumlah trombosit secara signifikan, fungsi hemostasis tersebut terganggu
sehingga muncul manifestasi perdarahan berupa petekie.
Manifestasi perdarahan tidak hanya terbatas pada petekie saja melainkan
dapat berupa ekimosis (perdarahan yang lebih luas dari petekie, seperti
memar), epistaksis (mimisan), perdarahan gusi, perdarahan lambung (yang
dapat menyebabkan muntah darah dan buang air besar warna hitam) hingga
perdarahan otak. Pada prinsipnya, perdarahan dapat terjadi di mana saja
di seluruh tubuh.Penurunan trombosit dapat diamati dengan pemeriksaan
darah lengkap terutama kadar trombosit darah.
Pada hari keempat dan kelima, demam biasanya sudah mulai turun karena
sistem imun tubuh sudah mulai menyelesaikan perlawanannya terhadap vir
us dengue. Namun, justru pada masa ini dapat terjadi kondisi kritis yang
dapat mengancam nyawa.
Bagaimana hal tersebut terjadi?
Saat terjadi peperangan antara sistem imun dengan virus dengue, terdapat
senyawa-senyawa (sitokin) dalam darah yang dihasilkan oleh sisten imun
kita sendiri. Sitokin-sitokin tersebut bertahan selama beberapa hari di
dalam tubuh. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kondisi
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga cairan plasma
bocor ke ruang interstisial. Akibatnya, volume darah akan berkurang
sehingga tekanan darah pun turun. Karena bagian darah yang berkurang
adalah plasma atau cairan sementara kadar sel darah merah tetap, pada
pemeriksaan darah perifer didapatkan peningkatan kadar Hb serta
hematokrit. Beberapa orang sering mengatakan dengan istilah darahnya
mengental.
Turunnya tekanan darah tersebut dapat menyebabkan kegagalan perfusi ke
jaringan. Oksigen tidak mampu disampaikan ke jaringan dengan baik
padahal jaringan tubuh senantiasa membutuhkan oksigen untuk metabolisme
sel, terutama sel otak. Kegagalan perfusi tersebut kita sebut sebagai
syok. Untuk mengkompensasi tersebut, tubuh akan beradaptasi terutama
dengan meningkatkan denyut nadi. Dada terasa berdebar-debar, denyut nadi
teraba >100 kali per menit. Namun, bila tidak terjadi perbaikan,
kompensasi tersebut lambat laun tidak akan lagi dapat mencukupi
kebutuhan jaringan akan oksigen. Kesadaran pasien dapat menurun hingga
dapat meninggal dunia.
Kebocaran plasma yang terjadi dapat memberikan gejala dan tanda seperti
sesak napas (karena kebocoran plasma di paru-paru) serta penurunan
volume urin (kencing menjadi lebih sedikit atau jarang). Gejala dan
tanda tersebut perlu diwaspadai.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan?
Penatalaksaan yang diberikan untuk pasien dengan demam dengue atau demam
berdarah dengue tentu saja sesuai dengan patofisiologi yang
mendasarinya. Pada awal perkembangan penyakit, ketidaknyamanan yang
terjadi pada saat demam perlu ditangani dengan pemberian obat penurun
demam, yang mana dapat dipilih seperti acetaminophen atau ibuprofen.
Pada anak-anak, aspirin jarang digunakan karena dapat menyebabkan
terjadinya Reye Syndome. Obat penurun panas tersebut juga sekaligus
dapat berfungsi sebagai pereda nyeri yang terjadi sebagaimana disebutkan
di atas. Sementara itu, mual-mual yang terjadi dapat ditangani dengan
obat seperti antagonis reseptor H-2. Pemberian pelindung mukosa lambung
seperti sucralfat dapat dipertimbangkan.
Tatalaksana utama yang amat krusial pada DBD atau DD adalah cairan.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kondisi yang paling dapat
menyebabkan kematian adalah syok akibat kebocoran plasma. Oleh karena
itu, kita harus menggantikan cairan tubuh sesegera mungkin. Jika kondisi
klinis masih baik, disarankan pasien mengkonsumsi air secara cukup.
Selain karena kebocoran plasma, kondisi demam juga meningkatkan
pengeluaran cairan tubuh melalui evaporasi, sehingga kebutuhan cairan
ekstra memang diperlukan. Apakah harus air putih? Pada prinsipnya air
putih tersebut adalah apa yang dibutuhkan oleh tubuh saat itu. Namun,
perlu dipertimbangkan bahwa tidak mudah bagi pasien untuk mau minum air
putih banyak sehingga air dalam bentuk apa pun, asalkan dapat masuk
tentu akan lebih baik (apalagi anak-anak). Pemberian cairan yang cukup
dapat dalam bentuk kuah sayur, jus, maupun minuman manis.
Kondisi syok adalah kondisi yang harus dicegah! Jangan pernah berpikiran
bahwa kalau sampai terjadi syok, kita hanya tinggal mengganti cairan
yang hilang dari pembuluh darah. Respon dari penggantian cairan yang
kita lakukan belum tentu baik meskipun sudah sesuai dengan algoritma
tatalaksana standar. Belum lagi, adanya kemungkinan hambatan pada saat
membuat akses intravena maupun memasukan cairan pengganti tersebut.
Penanganan syok amat terpacu dengan waktu. Keterlambatan akibat hambatan
transportasi dari rumah ke rumah sakit memiliki peranan yang krusial
pada beberapa kasus syok akibat dengue. Amat disayangkan bahwa banyak
masyarakat yang kurang waspada pada infeksi dengue tersebut sehingga
baru membawa ke rumah sakit atau dokter begitu kondisi pasien (terutama
anak-anak) sudah berat.
Pada kondisi syok atau pre syok yang mana kita nilai perlu mendapatkan
penggantian cairan segera, dilakukan pemasangan akses intravena untuk
memasukan cairan. Akses dapat dipasang dua sekaligus terutama jika sudah
terjadi syok. Ringer laktat menjadi cairan kristaloid pilihan untuk
terapi syok, dengan sekaligus disiapkan cairan koloid untuk
mengantisipasi apabila pemberian kristaloid belum cukup memadai.
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Oleh karena itu, cegah sedini
mungkin supaya nyamuk Aedes aegypti tidak menularkan virus dengue pada
Anda atau pun keluarga Anda. Beberapa hal yang perlu dilakukan antara
lain adalah mencegah terjadinya genangan air tenang yang dapat menjadi
tempat bertelur nyamuk dan berkembangnya larva nyamuk. Strateginya dapat
berupa mengubur tumpukan sampah kaleng atau barang bekas, menguras bak
mandi atau penampung air lainnya secara teratur, membuang tumpukan
cairan di bawah lemari es atau dispenser, mengisi kolam atau vas berisi
air dengan ikan dan semacamnya. Tempat-tempat yang berpotensi menjadi
genangan air sebaiknya ditutup. Juga, kita dapat mencegah gigitan nyamuk
dengan memasang kelambu atau menggunakan anti nyamuk (lotion, obat
nyamuk asap atau listrik) saat tidur. Jika ada temuan kasus, masyarakat
dapat meminta rekomendasi untuk dilakukannya pemberantasan sarang nyamuk
dengan fogging tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.